Tulisan lain di blog ini yang berjudul “Don’t Get a Degree, Get an Education” oleh Paul Edison berargumen bahwa hasil terpenting dari berkuliah bukanlah gelar, tapi pendidikan yang didapatkan. Menurut saya, argumen ini walau romantis, tidaklah tepat: gelar atau brand (merek) sama pentingnya, atau bahkan lebih penting, daripada pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan.
Paling tidak ada dua hal yang membuat gelar sama pentingnya dengan pengetahuan yang didapat. Yang pertama: gelar memberikan sinyal tentang pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang. Seorang sarjana lebih mudah mendapat pekerjaan daripada seseorang yang tidak kuliah tapi membaca semua buku kuliah. Seseorang dengan gelar dari Universitas Indonesia dipanggil wawancara sedangkan sarjana dari Universitas Bengkulu tidak, walaupun keterampilan keduanya sama persis. Seseorang dengan gelar dari Harvard University mendapat pekerjaan yang lebih baik daripada sarjana dari Harvard State University of Southern Idaho yang pengetahuannya sama persis. Beberapa industri seperti konsultan manajemen dan bank investasi hanya memproses pelamar lulusan universitas tertentu. Paul sendiri mungkin tidak akan dipanggil wawancara di Yahoo! jika ia bukan lulusan UC Berkeley. Tragis memang, tapi begitulah realitanya.
Alasan kedua mengapa gelar sangat penting adalah gelar atau brand mendatangkan sumber daya yang membuat kualitas pendidikan lebih baik. Calon mahasiswa terbaik di dunia tertarik berkuliah di universitas yang memiliki brand yang baik. Input mahasiswa yang baik membuat output proses pendidikan lebih baik. Brand juga menarik pengajar, investor, dan donatur ke universitas tertentu. Semua ini membuat sumber daya yang tersedia berlimpah, yang mendukung proses pendidikan, sehingga lulusan pun secara nyata memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik.
Harvard University memiliki dana abadi terbesar di dunia, jumlahnya kira-kira Rp320 triliun [1]. Dengan dana ini fasilitas pendidikan menjadi sangat baik. Misalnya, Harvard bisa membangun sistem perpustakaan yang merupakan sistem akademik terbesar di dunia dengan 80 perpustakaan dan 15 juta buku [2]. Dari segi mahasiswa, pada tahun 2012 ada 34.302 pelamar ke program S1 Harvard. Lebih dari setengahnya memiliki nilai SAT 3% teratas dari semua yang mengambil tes SAT di seluruh dunia. 3.800 orang merupakan lulusan terbaik di SMA-nya. Dari seluruh pelamar ini yang diterima hanya 2.032 orang, atau 5,9% [3]. Input yang baik ini tentu membuat proses pendidikan menjadi sangat kompetitif. Apakah para investor dan donatur mau menyumbang ke universitas selain Harvard? Apakah sama banyaknya pelamar berkualitas yang melamar ke universitas selain Harvard? Belum tentu.
Sudah saatnya semakin banyak calon mahasiswa menyadari manfaat berkuliah di universitas-universitas dengan brand terbaik di dunia, karena universitas-universitas ini secara kualitas nyata juga lebih baik. Selanjutnya, kita bisa lebih mengenal bagaimana cara dapat diterima di universitas-universitas tersebut. Don’t only get an education or a degree, get both!
Tulisan ini di kutip dari: http://indonesiamengglobal.com/2012/04/apa-artinya-menyandang-gelar-mahasiswa-harvard/
Source