Menunggu roti tawar super



Roti biasanya berjamur setelah berusia sepuluh hari.
Sering saya menjumpai potongan-potongan roti tawar teronggok di tempat sampah atau di tepi taman di London.

Tidak jarang sebungkus roti tawar sekaligus dibuang begitu saja.

Biasanya roti ini akhirnya menjadi santapan burung-burung merpati liar.

Meski sudah ada papan pengumuman bahwa melempar roti atau memberi makan burung merpati dengan roti tidak diperbolehkan, tidak sedikit warga di Inggris yang menempatkan roti di tengah atau tepi taman.

Dan jumlah roti buangan ini ternyata tidak kecil.

Penelitian Kementerian Lingkungan Inggris menunjukkan bahwa 32% roti tawar yang dibeli warga Inggris dibuang sebagai sampah.

Di Amerika Serikat, rata-rata keluarga membuang 40% makanan yang mereka beli.

Bila dikonversi ke uang, nilai sampah makanan di AS ini mencapai US$165 miliar per tahun.
Kembali ke soal roti tawar.

Alasan utama mengapa orang-orang membuang roti tawar adalah jamur.

Roti mengandung air dan suhu di dalam rumah yang hangat membuat kandungan air di dalam roti ini menguap.

Masalahnya adalah, roti biasanya dibungkus plastik dan air yang menguap ini terperangkap di dalam bungkus plastik.

Air ini lantas membuat permukaan roti menjadi lembab dan dari sinilah jamur kemudian tumbuh.
Dalam kondisi normal jamur muncul dalam kurun sepuluh hari.

Sampah roti ini suatu saat nanti bisa dikurangi secara dramatis bila terobosan Microzap, perusahaan Amerika, bisa diterapkan secara massal.

Membunuh bakteri

Sudah ada teknologi yang membuat roti bebas jamur selama 60 hari.
Para peneliti Microzap mengembangkan teknik yang memungkinkan roti tawar tidak berjamur selama setidaknya dua bulan.

Mereka memanfaatkan paparan gelombang mikro, yang tadinya dimanfaatkan untuk membunuh bakteri seperti salmonella, untuk mencegah tumbuhnya spora jamur.

"Uji coba kami menunjukkan, roti yang ditembak dengan gelombang mikro ini tidak memiliki jamur hingga 60 hari," kata Don Stull, kepala eksekutif Microzap.

Alat yang dikembangkan Microzap ini menarik perhatian produsen roti dari seluruh dunia.

Namun para pengusaha roti masih ragu-ragu karena pemanfaatan teknologi ini akan menambah biaya produksi, yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan, yang dalam beberapa tahun terakhir makin kecil.

Belum lagi soal rasa. Para pengusaha khawatir jangan-jangan roti hebat ini tidak seenak roti reguler.

Stull menyadari memang tidak mudah meyakinkan orang untuk menggunakan teknik yang ia temukan.

"Saya kira rasa berperan penting. Bila kami bisa meyakinkan konsumen bahwa rasa roti ini tidak berbeda dengan roti-roti kebanyakan, mungkin konsumen akan menerima," kata Stull.

Soal membengkaknya biaya produksi, Stull beralasan faktor ini sebenarnya bisa diatasi.

Ia menjelaskan bahwa selama ini para pengusaha menambahkan zat pengawet di dalam roti agar jamur tidak cepat tumbuh.

Zat pengawet ini memerlukan bahan kimia lain agar rasa roti sejauh mungkin tidak berubah.
"Bila mereka memanfaatkan teknologi kami, maka ongkos membeli zat pengawet dan bahan-bahan kimia lain bisa dihapus," kata Stull.

Dari sisi konsumen, saya tentu akan sangat senang bila terobosan Microzap ini bisa dipakai di industri makanan.

Tapi melihat belum ramainya tanggapan dari pabrik-pabrik roti di Inggris, sepertinya saya masih harus mempertahankan kebiasaan lama membuang roti yang berjamur.

Sumber : BBC Indonesia - Blog Dari London
This entry was posted in . Bookmark the permalink.