NASA Potret Curiosity di Rocknest. Di sisi kanan Curiosity, terdapat Gunung Sharp yang menjulang setinggi 5 km dari Kawah Gale sebagai latar. |
SAN FRANSISCO, News Zone - Kesuksesan misi robot Curiosity di Mars, membuat Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) berencana membangun duplikatnya pada 2020. Perbedaannya adalah kembaran Curiosity ini akan dilengkapi dengan perangkat sains yang tidak lagi sama.
Namun, di mana lokasi pendaratan atau instrumen apa yang akan dibawa, serta sampel apa yang jadi sasaran, belum bisa disebutkan. Demikian disampaikan John Grunsfeld, Associate Administrator NASA untuk Sains di Konferensi American Geophysics Union di San Francisco, AS, Selasa (4/12).
Secara virtual, robot baru ini serupa dengan Curiosity yang mendarat di Mars pada 6 Agustus 2012 lalu dan akan bertahan selama dua tahun, kemungkinan diperpanjang hingga lima tahun. Dengan desain sama dan perlengkapan yang sudah ada, "adik kembar" ini akan berbiaya lebih murah. Diperkirakan NASA akan menghemat sekitar US$1 miliar (lebih dari Rp9 triliun).
Untuk mendukung Curiosity yang ada saat ini dan kembarannya, NASA juga berencana menerbangkan orbiter lain ke Mars. Tujuannya untuk mempermudah radio komunikasi antara misi sekarang dan misi di masa depan.
"Jika terlihat 2020 adalah waktu yang cukup lama, sebenarnya tidak. Curiosity saja dikerjakan selama satu dekade," kata Grunsfeld.
Menurut Steve Squyres, peneliti planet dari Cornell University, hal ini merupakan kabar baik. Karena selama ini, komunitas sains sudah berbagi mengenai bagaimana misi ke Mars selanjutnya dilaksanakan.
"Dan (misi) itu adalah mengambil sampel yang nantinya kembali ke Bumi. Ini merupakan bagian terpenting dari misi tersebut," kata Squyres.
Curiosity merupakan bagian dari misi Mars Science Laboratory (MSL) yang diluncurkan ke Mars pada 26 November 2011. Tujuan utamanya adalah mencari kemungkinan apakah planet merah ini bisa menampung kehidupan. Selain itu diselidiki pula berbagai sampel tanah, iklim, dan geologi Mars. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)
Namun, di mana lokasi pendaratan atau instrumen apa yang akan dibawa, serta sampel apa yang jadi sasaran, belum bisa disebutkan. Demikian disampaikan John Grunsfeld, Associate Administrator NASA untuk Sains di Konferensi American Geophysics Union di San Francisco, AS, Selasa (4/12).
Secara virtual, robot baru ini serupa dengan Curiosity yang mendarat di Mars pada 6 Agustus 2012 lalu dan akan bertahan selama dua tahun, kemungkinan diperpanjang hingga lima tahun. Dengan desain sama dan perlengkapan yang sudah ada, "adik kembar" ini akan berbiaya lebih murah. Diperkirakan NASA akan menghemat sekitar US$1 miliar (lebih dari Rp9 triliun).
Untuk mendukung Curiosity yang ada saat ini dan kembarannya, NASA juga berencana menerbangkan orbiter lain ke Mars. Tujuannya untuk mempermudah radio komunikasi antara misi sekarang dan misi di masa depan.
"Jika terlihat 2020 adalah waktu yang cukup lama, sebenarnya tidak. Curiosity saja dikerjakan selama satu dekade," kata Grunsfeld.
Menurut Steve Squyres, peneliti planet dari Cornell University, hal ini merupakan kabar baik. Karena selama ini, komunitas sains sudah berbagi mengenai bagaimana misi ke Mars selanjutnya dilaksanakan.
"Dan (misi) itu adalah mengambil sampel yang nantinya kembali ke Bumi. Ini merupakan bagian terpenting dari misi tersebut," kata Squyres.
Curiosity merupakan bagian dari misi Mars Science Laboratory (MSL) yang diluncurkan ke Mars pada 26 November 2011. Tujuan utamanya adalah mencari kemungkinan apakah planet merah ini bisa menampung kehidupan. Selain itu diselidiki pula berbagai sampel tanah, iklim, dan geologi Mars. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)